Sumbawa Besar, SR (23/07)
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan ternyata tak sepenuhnya membebaskan masyarakat miskin dalam menerima pelayanan kesehatan. Masyarakat miskin terkesan masih dipaksa untuk mengeluarkan duit bagi pengobatan dan perawatan yang diterima. Seperti yang dialami Asraruddin, warga Kecamatan Ropang. Kepada Gaung NTB, Selasa (22/7) pegiat LSM yang pernah menjadi otak pembakaran Basecamp PTNNT di Dodo Rinti ini mengaku sangat kecewa dengan pelayanan RSUD maupun BPJS. Dituturkannya, dia masuk rumah sakit 17 Juli lalu mengeluh sakit perut dan sempat dioksigen. Namun selama dalam perawatan di Ruang Asoka Zall Bedah RSUD Sumbawa, Asraruddin mengaku tidak ada perkembangan atas kondisi kesehatannya, malah semakin hari kian parah. Dokter yang menanganinya tidak dapat berbuat banyak, sehingga memutuskan untuk merujuknya ke RSU Mataram guna dilakukan pemeriksaan dalam. Ketika tengah bersiap untuk berkemas, pihak rumah sakit justru memintanya pulang, karena tidak dapat dilayani mobil ambulance yang membawanya ke Mataram. Justru dia diminta jika ingin ke Mataram, menjadi urusan pribadi tanpa didampingi perawat atau petugas kesehatan. Tentu saja, Asraruddin kaget dan shock, sehingga kondisinya semakin parah karena harus memikirkan hal yang seharusnya tidak dipikirkannya. “Saya sangat kecewa, apa artinya BPJS, kenapa kami diterlantarkan. Harusnya kami ditangani secara tuntas. Inilah nasib orang miskin, meski sudah mengantongi BPJS masih harus membayar. Kesannya orang miskin tidak boleh sakit,” sesalnya. Meski dalam kondisi yang sangat parah dirasakannya, Asraruddin akhirnya memilih pulang dan meninggalkan rumah sakit, Selasa sore.
Dikonfirmasi hal itu, Petugas Zall Bedah, dr Vania Zamri mengatakan, pasien Asraruddin masuk dengan keluhan nyeri kolik pada ginjal sehingga dicurigai menderita Psyco Hydrofrosis (pembesaran ginjal). Untuk memastikannya, RSUD Sumbawa tidak memiliki alat CT Scan yang akan melakukan pengecekan dalam secara menyeluruh. Karena itu harus dirujuk. Namun untuk membawa pasien ini ke Mataram, tidak dapat menggunakan mobil ambulance karena menurut petugas PBJS Center, bahwa penyakit yang diderita Asraruddin tidak dikategorikan gawat darurat. “Kami sudah coba minta tandatangan klaim dari BPJS, tapi ditolak,” kata Dokter Vania—akrab dokter ramah ini disapa.
Pihaknya menurut dr Vania, hanya sebagai penggerak sementara yang memiliki aturan ada pada BPJS. Disinggung soal kondisi terakhir pasien, dr Vania mengaku cukup baik karena tensinya normal dan masih dalam tahap observasi untuk menuntaskan pengobatan.
Sementara itu Petugas BPJS Center, Wiwin Supianti mengatakan kondisi pasien baik dan tidak termasuk kategori gawat darurat sehingga tidak dapat diakomodir untuk menggunakan mobil ambulance bagi rujukan ke Mataram. Dalam rujukan itu, pasien tersebut tidak rawat melainkan rawat jalan ke poly biasa. “Boleh pakai ambulance asal biaya sendiri, karena ini permintaan pasien,” tukasnya.
Untuk menggunakan mobil ambulance ke Mataram bagi pasien BPJS, menurut Wiwin, ada kriterianya. “Silakan datang ke kantor kami temui langsung Kepala BPJS nanti akan dijelaskan soal persyaratan bagi pasien BPJS menggunakan mobil ambulance,” saran Wiwin. (*)