Sumbawa Besar, SR (03/07)
Komitmen Kejaksaan Negeri Sumbawa untuk memberantas korupsi di Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) patut mendapat apresiasi. Sebab sudah banyak kasus yang tertangani dan dituntaskan, bahkan responsifnya kejaksaan secara tidak langsung akan menghambat upaya oknum-oknum tertentu untuk melakukan kejahatan anggaran Negara dan daerah. Namun masih ada saja yang meragukan keseriusan kejaksaan dalam hal penegakan hukum. Padahal dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi sangat berbeda dengan tindak pidana umum, karena memerlukan proses yang sangat panjang. Alotnya penanganan kasus korupsi ini salah satunya karena ada institusi lain di luar kejaksaan yang sangat berperan. Seperti BPKP dan BPK selaku institusi berwenang dalam menghitung besarnya kerugian Negara. Ketika dua institusi ini belum melakukan audit investigasi maka menjadi salah satu factor yang memperlambat penuntasan kasus korupsi.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Sumbawa, Sugeng Hariadi SH MH, Senin (30/6) menegaskan jajarannya sangat serius menangani kasus korupsi di wilayah kerjanya.
Selama dirinya bertugas di Sumbawa, sudah berbuat yang terbaik dalam upaya penegakan hukum. Namun pejabat low profil ini menilai wajar jika ada masyarakat yang menilai pihaknya tidak serius dalam melakukan penegakan hokum. “Ini cambuk bagi kami untuk bekerja lebih giat lagi,” ujarnya merendah.
Untuk diketahui, penanganan hukum tidak terlepas dari Standard Operating Procedure (SOP) yang telah ditetapkan. Segala tindakan yang dilakukan dalam proses penegakan hukum harus sesuai dengan SOP. Misalnya dalam menangani kasus tindak piadana korupsi, mulai dari tahap penyelidikan, penyidikan hingga penuntutan. “Ini semua harus berdasarkan SOP, dan salah besar jika kita mengabaikan standar prosedur yang menjadi acuan,” tukasnya.
Untuk diketahui, selama dia menjabat sebagai Kajari Sumbawa, sudah berhasil menyelesaikan 17 tunggakan eksekusi terpidana korupsi termasuk menangkap dan mengeksekusi Farid Husain—kontraktor yang telah lama menjadi buronan.
Saat ini pihaknya belum mengeksekusi dua terpidana lainnya yaitu M Nasir AW—mantan Kepala Pertamina Badas yang tidak diketahui keberadaannya, dan Syamsuddin yang dalam kondisi sakit keras.
Kemudian pada triwulan pertama 2014, pihaknya telah menaikan status dua kasus korupsi dari penyelidikan ke tahap penyidikan. Salah satunya adalah kasus pengadaan tong sampah di KSB.
Kajari mengakui, masih ada beberapa kasus tunggakan pejabat lama yang belum dituntaskannya. Kendalanya bukan pada tim penyidiknya, melainkan belum adanya hasil perhitungan kerugian Negara yang dilakukan BPKP maupun BPK, kendati sudah beberapa kali diajukan. “Kami bukan ahli hitung kerugian Negara, tapi ada institusi lain yang berwenang. Permohonan sudah lama kami ajukan, tinggal menunggu kesediaan mereka,” ucapnya.
Untuk itu penanganan kasus korupsi tidak semudah membalik telapak tangan. Pihaknya harus berhadapan dengan orang pintar, memiliki massa dan orang bermodal. Karenanya harus berhati-hati dalam menentukan status tersangka dalam suatu kasus, bukan berarti kendurnya semangat penegakan hukum.
Disinggung mengenai penanganan kasus korupsi di KSB, Kajari mengakui sejumlah kekurangannya. Di antaranya, lokasi yang jauh dan tidak minimnya informasi, di samping adanya mutasi sehingga jaksa yang baru harus menyesuaikan diri dan mempelajari penyelidikan kasus yang ditinggalkan pejabat lama.
Ia memberikan apresiasi kepada masyarakat yang telah memberikan dukungan kepada jajarannya untuk bekerja lebih keras lagi. Dalam hal penegakan kasus, tidak ada namanya “pesanan” dan jajarannya tidak memiliki kepentingan apapun dalam suatu kasus tindak pidana korupsi. ‘’Kami hanya memiliki kepentingan penegakan hukum semata,” tegasnya. (*)