Sumbawa Besar, SR (11/05)
Pendamping Hukum Koalisi Mahasiswa Penduli Pendidikan (KMPP), Febriyan Anindita SH meminta penyidik kepolisian Polres Sumbawa berlaku cermat dalam melakukan penyidikan dugaan pengrusakan asset DPRD.
Dalam melaksanakan tugas penyelidikan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan, menurut Iyan—akrab dia disapa, telah diatur dalam KUHAP. Bahwa penyelidik Polri wajib berpegang teguh pada ketentuan hukum yang berlaku, kode etik profesi, norma sosial, norma agama, dan hak azasi manusia.
Dikatakan Iyan, dalam konteks pelaksanaan unjuk rasa yang disertai tindakan pengrusakan terhadap fasilitas publik dengan melibatkan banyak orang (massa), tidaklah mudah untuk menentukan unsur perbuatan pidana sebagaimana dimaksud pasal 55 dan 56 KUHP. Karena terdapat sejumlah pertimbangan hukum yang bersifat teknis (menemukan alat bukti), sosiologis (resistensi pengunjuk rasa) dan politis (opini publik) yang dihadapi oleh penyidik Polri, sehingga memerlukan kecermatan yang tinggi dalam melaksanakan tugas penyidikan sesuai KUHAP.
Dia juga menyampaikan bahwa unjuk rasa atau demonstrasi merupakan salah satu bagian dari kehidupan demokrasi untuk mengungkapkan pendapat di muka umum disertai tuntutan-tuntutan tertentu kepada pihak yang didemo. “Secara yuridis unjuk rasa di dalam negara hukum yang demokratis dijamin dan dilindungi undang-undang,” jelasnya.
Termasuk di Indonesia, UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, telah menormatifkan bahwa menyampaikan pendapat di muka umum merupakan salah satu hak asasi manusia yang dijamin berdasarkan pasal 28 UUD 1945. Pasal ini menyatakan “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”.
Kemerdekaan menyampaikan pendapat ini ujarnya, juga sejalan dengan pasal 19 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia yang menyatakan “setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, dalam hak ini termasuk kebebasan mempunyai pendapat dengan tidak mendapat gangguan dan untuk mencari, menerima, dan menyampaikan keterangan dan pendapat dengan cara apapun juga dan dengan tidak memandang batas-batas”.
Iyan juga mengkritisi pihak kepolisian dalam mengawal dan memberikan pengamanan terhadap aksi yang digelar KMPP pada saat memperingati Hari Pendidikan Nasional pada 30 April lalu, yang mempermasalahkan surat pemberitahuan aksi.
Pihak kepolisian Sumbawa seperti dikatakan pada salah satu media massa bahwa surat pemberitahuan aksi hanya berada di Kantor Bupati Sumbawa dan Dinas Diknas Sumbawa, sementara di DPRD Sumbawa tidak ada.
“Ini sangat membingungkan kami, yang seolah-olah polisi lepas tangan,” tudingnya.
Dia juga menilai sikap DPRD Sumbawa tidak mencerminkan wakil rakyat, karena tidak memberikan pelayanan kepada masyarakat secara maksimal dengan tidak menyikapi masalah pendidikan yang kompleks di Kabupaten Sumbawa.
Iyan mengakui pengrusakan bak sampah, pot bunga dan papan nama Komisi yang dilakukan oleh demonstran, memang mengandung elemen destruktif. Namun hal itu dilakukan karena mereka tidak memiliki jalan lain yang efektif menyuarakan aspirasi selain dengan cara melakukan pengrusakan tersebut. (*)
Demonstrasi Diizinkan. Bukan izin Merusak.he..he.. bagaimanaaaa…sarjana hukum ini. Masa psikologi massa mau dijadikan pembenar utk merusak.