Sumbawa Besar, SR (09/03)
Kapolda NTB, Brigjen Pol Moechgiyarto nyaris terkena tembakan lontaran asap. Peristiwa itu terjadi saat pejabat kepolisian nomor satu di NTB ini tengah menyaksikan jalannya simulasi pengamanan pemilu yang digelar jajaran Polres Sumbawa di depan kantor KPU Sumbawa, Sabtu (8/3). Saat itu Kapolda duduk berdampingan dengan Kapolres Sumbawa AKBP Karsiman SIK MM, Bupati Sumbawa, Drs H Jamaluddin Malik, dan jajaran Polda lainnya seperti Irwasda Kombes Pol Anang Sendanu, Dir Binmas Kombes Pol Suwarto SH MH dan Karo Ops Kombes Pos, Drs H Moch Yasin, serta Ketua KPU Syukri Rahmat S.Ag dan Ketua Panwaslu Mahyuddin Soud S.Pd.
Benda yang ditembakkan pasukan Brimob ketika melakukan adegan pembubaran massa anarkis, tepat jatuh di kaki Kapolda, yang kemudian mengeluarkan asap, sehingga Kapolda, Bupati dan Kapolres serta pejabat lainnya tak terlihat karena tertutup asal tebal. Ajudan Kapolda yang berdiri tidak jauh dari bosnya, langsung mengambil tindakan dengan menendang benda tersebut agar terlempar jauh dari tempat itu. Beruntung Kapolda dan lainnya telah menyiapkan masker untuk mengantisipasi asap terhirup mulut dan hidung. Meski sempat membuat Kapolda dan tamu lainnya susah bernapas, namun insiden kecil ini tidak mengganggu jalannya simulasi yang berlangsung lancar hingga akhir episode.
Dalam simulasi tersebut, ratusan personil gabungan Polres Sumbawa dan Brimob dikerahkan sebagai gambaran persiapan dalam pengamanan seluruh tahapan Pemilu Legislative 2014.
Dalam simulasi ini digambar bagaimana menangani warga yang mengamuk di TPS karena kesempatan untuk menyalurkan hak politiknya tidak dipenuhi petugas PPS. Disimulasikan juga bagaimana tindakan yang dilakukan aparat ketika mendapati adanya calon atau tim sukses yang melakukan praktek money politic. Pengamanan juga dilakukan ketika kampanye calon legislative dan presiden, serta pembubaran massa anarkis yang tidak menerima hasil perhitungan suara. Mulai dari pengerahan pasukan pada ring satu, ring dua dan ring tiga, serta para penembak jitu yang diadegankan jatuhnya korban. Simulasi ini mendapat perhatian masyarakat terutama pengguna jalan.
Kapolda NTB, Brigjend Pol Muchgiyarto usai simulasi mengatakan scenario yang diperagakan itu merupakan gladi lapang. Dalam pengamanan tahapan pemilu ada aturan mainnya yang ditetapkan dan harus ditaati. Dan anggota sudah dilatih mulai dari pelatihan yang sifatnya parsial, kelompok dan gabungan, bagaimana mengamankan saat tahapan kegiatan kampanye, minggu tenang, pemungutan suara dan perhitungan suara di TPS, hingga pengamanan saat pelantikan baik calon anggot DPRD/DPR, maupun presiden dan wakil presiden. Anggota juga telah dilatih
bagaimana penanganan jika terjadi tindak pidana pemilu, dan cara pengawalan pribadi calon presiden dan wakil presiden (walki).
Belum lagi dilatih mengatasi aksi-aksi anarkis pengunjukrasa. “Semua rangkaian ini menjadi satu pembulatan yang diperagakan dalam simulasi tadi, harus ada babak-babak atau episode yang dilakukan secara berurutan,” kata Kapolda.
Simulasi Dikoreksi Kapolda
Kapolda NTB Brigjend Moechgiyarto mengakui simulasi itu sudah sesuai dengan teori meski ada beberapa hal yang perlu disempurnakan. Ia memberikan beberapa koreksi, bahwa dalam simulasi itu tidak terlihat adanya pasukan negosiator yang meyakinkan massa agar tidak anarkis tapi langsung berhadapan dan terjadi saling dorong dengan pengunjukrasa.
Selain itu tidak matching (nyambung) antara narasi yang dibaca pembawa acara dengan kegiatan yang dipraktekkan, misalnya dibacakan ada bakar-bakaran, padahal agdegan itu belum dilakukan. Saat kampanye, direncanakan pengamanan sudah ada gambaran ring satu, dua dan tiga dan siapa-siapa yang berperan di tiap ring. “Jadi jangan ucuk-ucuk pasukan berjajar membentuk barisan. Harusnya ada pasukan berpakaian preman di luar, dan brimob melakukan sterilisasi di daerah kampanye terhadap kemungkinan adanya bom, sehingga masyarakat yang melihat simulasi menilai pengamanan adalah pekerjaan yang tidak mudah dan polisi sangat professional menanganinya,” terang Kapolda.
Kapolda juga mengaku tidak melihat adanya pengawalan minimal dari patroli polsek terhadap peserta kampanye yang datang dri sejumlah kecamatan. Kendaraan yang digunakan harus disisir dan dicek, dengan melarang adanya penumpang di atap bus, atau tidak diperkenankan menggunakan kendaraan berknalpot racing. Hal ini dilakukan untuk menciptakan keamanan dan ketertiban dalam perjalanan. Demikian juga dengan peserta kampanye harus digeledah untuk mengidentifikasi terhadap kemungkinan membawa sajam dan miras. Yang pakai tas juga diperiksa menggunakan alat metal detector. “Inilah standar-standar pengamanan yang harus dilakukan,” tandasnya.
Koreksi lainnya adalah penanganan money politik. Ia menilai adegan di simulasi itu tidak benar, dan tidak melalui prosedur. Harusnya dalam menangani tindak pidana pemilu, melalui penyelidikan dan penyidikan, jadi tidak asal main tangkap. Apalagi penangkapan itu dilakukan Panwaslu. Yang berwenang dalam masalah ini adalah Gakkumdu (penegakan hukum terpadu) yang merupakan gabungan panwaslu, polisi dan jaksa.
Selanjutnya dalam penanganan aksi unjuk rasa, Kapolda mewanti-wanti tidak cepat mengeluarkan tembakan. Harus ada negosiasi secara berulang-ulang. Presiden dan Kapolri sudah menginstruksikan bahwa dalam menangani unjukrasa tidak boleh ada korban jiwa. “Inilah yang akan dilakukan saat pengamanan proses pemilu, sehingga memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan,” ucapnya.
Ia berharap masyarakat tetap menjaga kondusifitas dan tidak terprovokasi isu-isu yang memecah belah. Jadikan pesta demokrasi ini untuk menentukan pemimpin nasional ke depan yang benar-benar membawa kemakmuran, kejayaan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.