Dr Ari Sujito M.Si: Saatnya Desa Mandiri

oleh -257 Dilihat

Sumbawa Besar, SR (04/03)

DR Ari Sujito
DR Ari Sujito, M.Si
H Fahri Hamzah SE

Sebelumnya kota diibaratkan mata air, sedangkan desa adalah air mata. Sebab program pembangunan selalu terpusat di kota sehingga desa menjadi terbelakang. Kota dengan lahapnya menyantap kue pembangunan, sedangkan desa hanya bisa meratap. Dengan adanya UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, desa akan menjadi mata air. Dengan UU tersebut, desa akan mendapat alokasi anggaran sangat fantastis senilai Rp 1 miliar per tahun yang dialokasikan langsung dari APBN. Hal tersebut diungkapkan Dr Ari Sujito, M.Si—Dosen Fisipol UGM yang juga perumus UU Desa saat menjadi pembicara pada Workshop yang digelar Forum Komunikasi Kepala Desa (FK2D) Kabupaten Sumbawa, belum lama ini.

Selama ini diakui Doktor Ari, desa mengalami marginalisasi atau proses peminggiran. Seringkali APBD tidak sesuai dengan usulan orang-orang di desa. Ada tiga masalah pokok. Pertama, terjadi keterputusan antara partisipasi, politik dan tekhnokrasi. Usulan yang muncul di rakyat seringkali tidak nyambung setelah diolah di dinas tingkat kabupaten. Artinya, desa yang memiliki akses dengan politisi dan pemerintah, mendapat bagian kue APBD. Tetapi yang tidak memiliki akses jangan berharap akan mendapatkannya. Kedua, dalam musrembang terjadi keterputusan antar sektoral. Antar dinas pendidikan, kesehatan dan dinas lainnya, seringkali memiliki ukuran berbeda di dalam perencanaan dan penganggaran. Antar sector A dan B kerap bertabrakan, sehingga terjadi inefisiensi, sehingga dana banyak tapi tidak muncul kesejahteraan. Ketiga, antara penganggaran dan perencanaan seringkali tidak sama. Perencanaannya A tapi penganggarannya B itu tergantung selera di elit-elit local. Ini masalah yang cukup serius. Selama ini kedudukan desa itu tidak jelas di hadapan supradesa baik kabupaten, propinsi maupun nasional. “Padahal desa itu lebih awal hadir dibandingkan republik ini, apakah dalam bentuk desa, adat, marga, kampung, atau warna-warna lain. Atas dasar itulah wajib hukumnya ketika reformasi terjadi, negara wajib berpihak pada desa,” ucap Doktor Ari.

Selama ini program-program pembangunan, ungkap Doktor Ari, desa hanya menjadi lokasi, BUKAN sebagai subyek pelaksana pembangunan. Kondisi ini harus diakhiri, karena rakyat desa sudah bersubsidi terhadap jalannya demokrasi. Mereka berbondong-bondong ke bilik suara untuk merubah keadaan, tapi itu tidak terjadi. Karenanya UU Desa akan menjadi bagian dalam mewujudkan perubahan tersebut.

Di bagian lain, Doktor Ari menyebutkan lima manfaat UU Desa. Adalah  peluang adanya jaminan sumberdaya keuangan dari APBN untuk penyelenggaraan pembangunan serta revitalisasi penataan asset desa, cukup besar. Untuk itu desa harus mulai mengidentifikasi asset desa.

UU Desa ini juga mengatasi apatisme warga terhadap perencanaan pembangunan. Masyarakat desa dituntut berperan aktif agar desanya bisa berdaya, sebab yang mengetahui problem orang desa adalah mereka sendiri bukan dinas pemerintah.

UU Desa akan memperkuat pilar demokrasi desa. BPD dan Kades dapat bersinergi, saling menguatkan kapasitas bukan saling menjegal. Kemudian, lanjut Doktor Ari, UU Desa akan menjadi acuan untuk memperbaiki pelayanan publik mulai pendidikan, kesehatan dan lainnya termasuk mengembangkan BUMDes, sehingga desa mampu membangun kemandirian. “Jangan mengembangkan konsumsi saja tapi juga produksi. Jangan sampai barang-barang yang masuk desa itu adalah hasil impor, sekarang dibalik, saatnya desa membiayai rakyatnya untuk bisa berproduksi,” tandasnya.

Sementara Anggota Komisi III DPR RI, H Fahri Hamzah SE, pembicara kedua dalam Workshop FK2D, menyatakan, sudah saatnya manusia Indonesia menjadi tuan di negeri sendiri, lebih lepas, bebas, dan berani dalam mencapai tujuan di dalam hidupnya. Dalam pranata pemerintahan, otonomi diperluas dan sekarang sudah mencapai otonomi tingkat desa. Di era saat ini orang di desa tidak lagi didikte oleh orang kota, dan orang kota tidak harus lebih pintar daripada orang desa.

Dijelaskan Haji Fahri, amandemen keempat konstitusi mengamanatkan kekuasaan negara diberikan kepada rakyat. Makanya dalam konstitusi ini mengesankan, negara dilemahkan tapi rakyat diperkuat. Sebab tidak ada negara tanpa rakyat, dan tidak ada negara yang kuat tanpa rakyat yang kuat. UU Desa ini lanjutnya, mengimplementasikan cara dan metode memperkuat rakyat dari desa. Ia sangat setuju adanya rencana untuk mulai membimbing masyarakat desa bagaimana cara menyusun anggaran, memperkirakan arahnya anggaran, dan membuat perencanaan yang partisipasipatif dan terbuka. Hal ini dilakukan agar dapat mengidentifikasi apa yang menjadi prioritas desa sehingga dana yang ada dapat dialokasikan secara efektif untuk merubah nasib rakyat desa itu sendiri. “Semoga Januari 2015 mendatang amanat UU Desa ini dapat direalisasikan,” demikian Fahri.

Untuk diketahui, Workshop tentang UU Desa yang digelar di Hotel Sernu Raya ini diikuti seluruh kepala desa, BPD dan perangkat desa lainnya di seluruh Pulau Sumbawa yaitu Bima, Kota Bima, Dompu, Sumbawa dan KSB. Mereka sangat antusias, dibuktikan dengan semangatnya mereka mengajukan sejumlah pertanyaan, interupsi dan saran.