Sumbawa Besar, SR (27/03)
Sikap pimpinan dan direksi PT BPR NTB Cabang Sumbawa tak mencerminkan sebagai pejabat publik yang harus bersikap terbuka terhadap publik. Bahkan sejumlah pejabat perbankan milik Pemda setempat terkesan alergi terhadap wartawan, kendati yang akan dikonfirmasi hal yang membangun citra BPR, dalam rangka kemajuan bank tersebut di masa mendatang. Lagipula oknum karyawan setempat terkesan menghalang-halangi wartawan untuk menemui direksi. Ada dua kemungkinan, sikap seperti ini diduga karena para direksi trauma dengan masa lalu karena banyaknya pejabat dan karyawan setempat yang terjerat hukum, dan hingga kini masih berproses di pengadilan, serta sebagiannya telah mendekam di balik jeruji besi. Sinyalemen lainnya, sikap tertutup ini kemungkinan ada sesuatu yang disembunyikan mengingat sempat bobroknya manajemen di bank tersebut sehingga merugikan keuangan daerah yang cukup besar. Muncul kecurigaan sejumlah pihak, kerjasama dengan kejaksaan sebagai upaya untuk ‘berlindung’ dari sebuah kesalahan yang berisiko hukum.
Kesan alergi ini terjadi ketika sejumlah wartawan hendak melakukan konfirmasi terkait dengan konstribusi BPR NTB Sumbawa dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi di daerah khususnya di Kabupaten Sumbawa. Untuk mendapatkan konfirmasi tersebut, kesan keramahan yang diterima wartawan tidak terjadi di kantor yang baru saja dibangun menggunakan rakyat. Terlihat karyawan setempat bersikap kaku dan sedikit kasar dalam menerima wartawan. Ada upaya dari oknum karyawan ini menghalangi wartawan untuk menemui direksi. Sikap ini kembali terulang ketika sejumlah wartawan dari Gaung NTB, Radar Sumbawa, TVRI dan Pulau Sumbawanews kembali mendatangi Kantor BPR NTB, Rabu (26/3). Kedatangan sejumlah wartawan ini karena sengaja diundang Kajari Sumbawa Sugeng Hariadi SH MH guna mempublikasikan kerjasama tersebut, sebagaimana kerjasama pihak kejaksaan dengan instansi lainnya. Lagi-lagi wartawan harus bersabar beberapa jam di ruang tunggu karena tidak diijinkan meliput. Beberapa kali pejabat setempat yang keluar hanya sekedar buang air kecil memberikan isyarat tangan yang tidak mengijinkan wartawan masuk untuk mempublikasikan penandatanganan MoU. Sejumlah wartawan ini memilih meninggalkan tempat, karena tidak ingin meladeni sikap tak bersahabat karyawan dimaksud.
Sikap jajaran BPR disayangkan Ketua Komisi II DPRD Sumbawa, Lalu Budi Suryata SP. Menurut politisi PDIP ini, di era
keterbukaan informasi, pejabat publik tidak dibenarkan tertutup terhadap publik. Jika informasi itu menjadi konsumsi publik, harus diberikan ruang seluas-luasnya bagi media, agar masyarakat dapat mengetahui kinerja yang dilakukan jajaran BPR. Sebab selama ini publik disuguhkan dengan berita terkait kasus pidana yang menjerat sejumlah karyawan setempat. ‘’Jangan risihlah kalau memang BPR bisa menunjukkan kinerja yang baik,” ujarnya.
Selama ini diakui Budi—akrab komisioner yang menangani bidang perbankan, kinerja BPR tidak signifikan, karena banyak terjadi penyimpangan. Ini adalah saat yang baik bagi BPR untuk bangkit membangun kepercayaan masyarakat dengan bersikap transparan. Dengan adanya kasus BPR yang lalu, legitimasi kepercayaan publik berada di titik nol. “Larangan peliputan yang dilakukan ini merupakan langkah mundur yang sudah dilakukan BPR. Seharusnya BPR lebih terbuka dan rasional, karena masyarakat sekarang adalah masyarakat yang rasional dan tidak bisa dibohongi. Apalagi MoU yang dilakukan ini dalam rangka perbaikan kinerja,” imbuhnya.
Budi menambahkan, saat ini BPR masih dalam pertumbuhan setelah terpuruk. Sebenarnya, dia juga mendukung pertumbuhan BPR karena penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi masyarakat. “Jangan sampai hal ini terciderai dengan sikap oknum yang ada di BPR,” sesal Budi, seraya menyatakan peliputan oleh media akan menciptakan kepercayaan masyarakat atas BPR.
Sementara Kajari Sumbawa, Sugeng Hariadi SH MH juga menyesalkan adanya larangan peliputan MoU antara pihaknya dengan BPR NTB.
Namun dia membantah kerjasama yang dilakukan dengan BPR NTB sebagai upaya untuk melindungi karyawan dan direksi BPR ketika tersandung kasus tindak pidana. Ditegaskan Kajari, kerjasama dengan BPR ini hanya di bidang keperdataan dan TUN. Sedangkan persoalan pidana yang jika menjerat oknum karyawan atau direksi BPR, tetap diproses dan tidak ada kaitannya dengan kerjasama. “Kalau melakukan tindak pidana, ya kami proses,” tandasnya.
Sementara Kabag APP Setda Sumbawa, Wirawan S.Si MT enggan memberikan komentar soal tindakan tidak terpuji dari pihak BPR NTB. Selain mengaku belum mengetahui persoalannya, Wirawan juga menyatakan tidak berwenang. “Silakan temui Bupati,” pungkasnya. (*)